Indonesia negeri dengan beragam suku, agama, budaya dan warna kulit. Keanekaragamannya menjadi khazanah (kekayaan) yang tiada tara nilainya. Saling menghargai merupakan kunci kedamaian dan persatuan bangsa. Cerita ini terinspirasi dari rasisme masyarakat Papua yang saat ini terjadi di negeri Indonesia…
Melalui cerita ini harapan penulis bisa menjadi edukasi bagi anak anak tentang artinya persaudaraan tanpa memandang SARA dan rupa. Dan itu adalah ajaran agama kita, Islam yang mulia…
Di sebuah sekolah dasar yang bernama “Sekolah Juara” ada 3 orang sahabat, namanya Wanggai, Mo Chou dan Umair…
Wanggai adalah anak yang bertubuh kuat, agak kurus, rambutnya keriting, matanya tajam dan kulitnya hitam tapi manis… Ya, dia berasal dari Papua, bumi cenderawasih yang menyimpan kekayaan alam luar biasa… hobinya main bola dan sangat setia kawan. Ia tinggal bersama ibu dan adiknya dirumah yang sangat sederhana.
Mo Chou adalah seorang anak yang gemar membaca..kacamata selalu melingkar di mata sipitnya..kulitnya putih, tubuhnya gempal khas dengan pipi tembemnya…orangtuanya asli Tionghoa…tetapi sudah lama tinggal di Indonesia..di kelas ia selalu menjadi juara 1 dan menjadi sumber bertanya teman temannya yang kesulitan mengerjakan soal dari Bapak atau Ibu Guru..
Sedangkan Umair ia seorang anak keturunan Arab…kulitnya sawo matang, hidungnya mancung, bertubuh sedang, tidak kurus dan tidak juga gemuk… Tak mau kalah dengan Wanggai ia juga hobi main bola..
Ketiganya bersahabat sangaat dekat walaupun berbeda suku dan agama…
Suatu hari di sebuah pertandingan bola …
“hitam hitam…jelek jelek…keriting keriting…” Kata-kata dengan nada mengejek itu keluar dari beberapa supporter yang sedang riuh mendukung tim idolanya… Mendengarnya Wanggai merasa kata kata itu ditujukan kepadanya…karena memang ada sebagian teman-temannya yang selalu mengejek Wanggai dengan kata-kata yang sama. Wanggai tampak menundukkan kepala sesaat sebelum memasuki lapangan…Umair yang mengetahui kondisi sahabatnya langsung memegang pundak Wanggai, tanda memberikan semangat…Wanggai pun akhirnya menegakkan kepala tak mau lemah hanya karena ejekan teman-temannya. Wanggai dan Umair menunjukkan kehebatan dan kelihaiannya memainkan bola selama pertandingan…dan akhirnya tim Wanggai menang…”horeee…menanggggggg!!!” seru Mo Chou yang setia menjadi supporter tim Umair Wanggai di setiap pertandingan..dengan membawa makanan ringan yang selalu ada di tas ransel merahnya…
Peristiwa ini bukan yang pertama bagi Wanggai, ia sering mendapat ejekan dari teman teman sekolahnya, karena Wanggai berkulit hitam dan keriting rambutnya…tak jarang ia mendapat perlakuan yang berbeda..hingga membuatnya rendah diri…
Diperjalanan pulang sekolah Wanggai berjalan dengan gontai…tak seperti biasanya … Mo Chou dan Umair pun menghiburnya dengan cerita cerita lucu…tetapi tetap saja wajah Wanggai tampak lesu…hatinya sedih..dan terluka..
Sesampai dirumah Wanggai disambut senyuman adik perempuan semata wayangnya…senyum Wanggai pun sedikit mengembang…menyambut adiknya yang baru berusia 4 tahun…
Sesaat setelahnya ibunda Wanggai mendekat sembari memeluk dan mengelus kepala anaknya dengan penuh kasih sayang… seolah tau apa yang ia rasakan.. ibundanya memberikan nasihat-nasihat kehidupan, tentang berbuat baik walaupun disakiti, bersyukur atas nikmat Allah, tentang persaudaraan, Wanggai pun larut dalam nasihat ibunda…begitu menyentuh, menguatkan dan mengobati luka hatinya.. iapun mensyukuri dirinya, ciptaan Allah Yang Maha Kuasa…”terima kasih Yaa Allah…” ucap Wanggai dalam hati…
Keesokan harinya satu persatu teman-teman Wanggai dan Umair memberikan ucapan selamat atas kemenangan timnya..termasuk anak yang mengatai Wanggai hitam dan jelek..ia sadar atas kesalahannya dan meminta maaf atas perbuatannya selama ini…
Akhirnya mereka semua bersahabat, bersaudara tanpa memandang suku, ras, agama dan rupa…