Kisah dakwah Nabi Muhammad SAW ke Thaif adalah salah satu episode paling menyayat hati dalam perjalanan hidup beliau. Pada tahun ke-10 kenabian, setelah ditinggal dua sosok yang sangat beliau cintai, Khadijah, istri tercinta, yang telah mengorbankan seluruh hartanya dan Abu Thalib, paman yang selalu melindungi dan mendukungnya, Nabi Muhammad SAW benar -benar dalam masa yang berselimut kesedihan.
Suasana masyarakat Makkah pun makin tidak berasahabat, mereka semakin menjadi-jadi menolak dakwah beliau, dan dukungan moral yang dulu ada kini hilang. Dalam kondisi ini, Nabi teringat kerabat dari keluarganya yang berada di Thaif, berharap penduduk Thaif, sebuah kota yang terletak sekitar 60 kilometer dari Makkah – sejauh Batam ke Jembatan 5 -, akan menerima ajaran yang dibawanya.
Dengan harapan besar di hatinya, Nabi Muhammad SAW berangkat menuju Thaif. Beliau tidak membawa rombongan, tidak juga perlindungan, hanya ditemani oleh Zaid bin Haritsah, seorang sahabat yang setia. Perjalanan yang melelahkan itu dilalui dengan penuh kesabaran, meski tubuh Nabi sudah terasa lelah dari beban kesedihan dan penolakan yang terus-menerus dihadapinya di Makkah.
Sesampainya di Thaif, Nabi Muhammad SAW mengunjungi para pemimpin suku setempat, berharap mereka akan mendengarkan dakwahnya. Dengan penuh ketulusan dan keramahan, nabi mengajak kaum Thaif untuk menyembah Allah. Namun, kenyataan yang dihadapi jauh dari harapan. Para pemimpin Thaif tidak hanya menolak ajaran Nabi dengan kasar, tetapi mereka juga memperolok dan menghina beliau. Mereka menganggap Rasulullah SAW sebagai orang yang gila dan tidak berharga. Hati beliau hancur, namun Nabi tetap sabar, berharap akan adanya kebaikan di antara penduduk Thaif.
Penolakan yang Nabi alami tidak berhenti di sana. Para pemimpin suku memerintahkan penduduk Thaif untuk mengusir beliau dari kota dengan cara yang sangat kejam. Penduduk, termasuk anak-anak dan kaum pemuda, mengepung beliau, melempari Nabi dengan batu, mencaci maki, dan menghina beliau sepanjang jalan. Tubuh Nabi Muhammad SAW yang mulia terluka parah, darah mengalir dari kepala dan kakinya, membasahi jubah beliau. Langkah demi langkah beliau berjalan dengan tubuh penuh luka, ditemani rasa sakit, bukan hanya fisik, tetapi juga batin yang terluka akibat perlakuan keji yang beliau terima.
Zaid bin Haritsah yang berada mendampingi beliau berusaha melindungi Nabi dari hujan batu, namun mereka berdua terus terkena lemparan hingga terpaksa mencari perlindungan di kebun anggur milik Utbah dan Syaibah, dua orang kafir Quraisy. Di kebun tersebut, Rasulullah SAW beristirahat dengan tubuh yang penuh luka dan hati yang hancur, namun dalam keheningan itu, beliau tidak mengeluh kepada Allah. Sebaliknya, beliau mengangkat tangan, menengadah ke langit, dan berdoa dengan penuh kerendahan hati:
“Ya, Allah kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kesanggupanku, dan kerendahan diriku berhadapan dengan manusia. Wahai Zat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Engkaulah Pelindung bagi si lemah dan Engkau jualah pelindungku! Kepada siapa diriku hendak Engkau serahkan? Kepada orang jauh yang berwajah suram terhadapku, ataukah kepada musuh yang akan menguasai diriku?
Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka semua itu tak kuhiraukan, karena sungguh besar nikmat yang telah Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung pada sinar cahaya wajah-Mu, yang menerangi kegelapan dan mendatangkan kebajikan di dunia dan akhirat dari murka-Mu yang hendak Engkau turunkan dan mempersalahkan diriku. Engkau berkenan. Sungguh tiada daya dan kekuatan apa pun selain atas perkenan-Mu.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir)
Doa ini keluar dari hati yang penuh luka, tetapi dipenuhi dengan ketundukan total kepada kehendak Allah. Meskipun didera rasa sakit yang luar biasa, Nabi Muhammad SAW tidak mengutuk penduduk Thaif. Ketika malaikat Jibril datang dan menawarkan untuk menghancurkan kota itu sebagai balasan atas perlakuan mereka, Nabi Muhammad dengan lembut menolak. Beliau mengatakan:
“Tidak, jangan. Aku berharap dari keturunan mereka akan ada yang menyembah Allah.”
Ini adalah puncak dari kasih sayang dan pemaafan yang luar biasa. Dalam kondisi terluka, dihinakan, dan diperlakukan dengan sangat buruk, Nabi Muhammad SAW tetap berdoa dan berharap agar penduduk Thaif suatu hari nanti akan mendapatkan hidayah dari Allah. Beliau tidak menginginkan balas dendam, melainkan kebaikan bagi umat manusia, bahkan bagi mereka yang telah menyakiti beliau.
Kisah ini begitu menyentuh hati, mengajarkan betapa besar kesabaran, kasih sayang, dan pemaafan yang luar biasa yang ada dalam diri Nabi Muhammad SAW. Di tengah ujian berat, beliau menunjukkan keteguhan iman, kerendahan hati, dan cinta yang tak terhingga kepada umatnya. Peristiwa di Thaif menjadi salah satu momen paling memilukan dalam hidup beliau, namun juga memperlihatkan betapa mulianya akhlak Nabi sebagai utusan Allah yang penuh kasih dan pengampun.
Ada hal sama tentang dakwah ini dengan lingkup kita sebagai pendidik. Kita berharap anak didk kita menjadi orang yang pintar sholeh, penurut , dan berbagai karakter baik diharapkan dimilikinya. Namun bisa jadi harapan tinggal harapan, Allahlah yang memberikan taqdir-Nya. Maka hal terbaik yang kita sikapi adalah seperti halnya doa Nabi di atas, kita pasrahkan semuanya kepada Allah kita akui berbagai kelemahan yang kita miliki dan Kita menghiba kepada Allah agar diberikan kekuatan untuk mendidik dan dimudahkan anak didik untuk memahami pengajaran.
Di Bulan ini Bulan di mana Nabi kita tercinta dilahirkan, mari kita merenung dan menelusuri jejak nabi yang bisa memberikan spirit kita untuk berbuat yang terbaik dan sepenuh hati dalam lingkup pekerjaaan kita sebagai pendidik. Begitu teguhnya Nabi dalam berdakwah dengan berbagai halangan dan ancaman maka kita berdiri bersama beliau teguh mengemban amanah ini. Begitu banyaknya pengorbanan Nabi maka kita berdiri Bersama beliau mengorbankan waktu dan tenaga kita untuk Pendidikan ini. Niatkan aktivitas kita untuk meneruskan Langkah dakwah Nabi.
“Ya Allah yang Maha Rahman Rahim, curahkanlah kepada kami sayang dan kasihMu kepada kami. Berkahilah setiap Langkah kamu. Teguhkan hati kami dalam mendidik siswa kami. Mudahkanlah kami dalam menyampaikan ilmu. Fasihkan lisan kami, lembutkan hati kami, penuhi hati kami dengan sifat kasih sayang-Mu. Sehatkanlah kami, Limpahkanlah rizki kami, dan kumpulkanlah kami Bersama RasulMu sebagai orang orang yang menegakkan agama-Mu”
Ditulis oleh : Pa Om dari berbagai sumber.